artikel
Buletin
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Nak luruih rantangkan tali, nak tinggi randahkan hati, nak taguah paham dikunci, nak aluih baso asahlah budi”. Demikianlah karakter kita orang Minang yang selalu mengedepankan “budi bayiak tali pikatan, muluik manih tabu dibibia, sopan santun kucindan murah”.
Di luar kita dikenal orang sebagai etnis yang terbuka dengan orang dan budaya luar namun sangat teguh memegang tali Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.
Orang lain yang tinggal secara adat di Minangkabau dihormati dan dijaga. Begitulah adat menghormati tamu.
Namun walaupun demikian, kita juga bertanggungjawab menerapkan basyiran wa nadziran lil-‘alamin. Berinteraksi dengan mereka sepanjang tidak mengurangi keislaman, ini adalah sebesar-besarnya nikmat.
Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita adalah nikmat Islam dan Iman serta Istiqomah di atas jalan yang lurus.
Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para Nabi, Shiddiqin, Syuhadaa dan Sholihin (Qs. An Nisaa :69).
Beginilah Al-Quran dan As-Sunnah, sebagai rujukan tertinggi dan pedoman hidup bagi kaum Muslimin mengatur pergaulan dan bertolong-tolongan dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: ……………. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS: Al-Maidah Ayat: 2)
Dengan orang yang beda keyakinan kita hanya dibolehkan berinteraksi secara mua’malah (sosial) tetapi tidak dalam masalah Aqidah dan Syari’ah. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang menggambarkan ciri khas mereka dalam hal Aqidah.
Dan tidak boleh pula melakukan hal-hal khusus ketika hari-hari besar dan hari raya mereka, haruslah seperti hari-hari biasanya.
Dan Tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabbuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus seperti perkataan, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah untuk menghormati mereka.
Tidak boleh berpartisipasi dalam hari-hari perayaan mereka dan turut menunjukkan kegembiraan dan keceriaan bersama mereka dalam memperingatinya, atau ikut libur bersama mereka, karena itu berarti menolong mereka dalam kebatilan. Diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengijinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan. Karena hal itu bukanlah wilayah mu’amalah tetapi sudah menyangkut dengan Aqidah.
Tidak boleh meresponya dalam bentuk apapun yang intinya mengandung unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan mereka. Seperti iklan, himbauan, mengucapkan ucapan selamat pada telpon, sms, jejaring sosial, menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud, membuat cinderamata dan kenang-kenangan, membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat, membuat buku tulis, memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun (yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka.
Adapun memberikan ucapan selamat hari raya kepada orang-orang Nashrani atau Yahudi, Majusi, dan lain-lain maka ia adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan Ibnu Qayyim Rahimahullah dalam kitab Ahkam Ahli Adz-Dzimmah.
Kesetiaan (Wala’) kita hanyalah kepada Allah, Rasul-Nya, dan Kaum Muslimin. Kepada mereka kita harus bersikap baraâah (antipati dan berlepas diri) dari kejahilan dan kekafiran.
Bagi kita kaum beriman dan beradat cukuplan firman Allah ini sebagai pendirian.
ۚ................. الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: ……………. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS: Al-Maidah Ayat: 3)
Demikianlah penjelasan Al-Quran, As-Sunnah, dan keterangan para Imam kaum Muslimin. Semoga bermanfaat bagi yang menginginkan kebaikan bagi agama dan dunianya.
Wallahu A’lam. | Fitra Yadi
LARANGAN MEMBANTU HARI BESAR AGAMA LAIN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Nak luruih rantangkan tali, nak tinggi randahkan hati, nak taguah paham dikunci, nak aluih baso asahlah budi”. Demikianlah karakter kita orang Minang yang selalu mengedepankan “budi bayiak tali pikatan, muluik manih tabu dibibia, sopan santun kucindan murah”.
Di luar kita dikenal orang sebagai etnis yang terbuka dengan orang dan budaya luar namun sangat teguh memegang tali Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.
Orang lain yang tinggal secara adat di Minangkabau dihormati dan dijaga. Begitulah adat menghormati tamu.
Namun walaupun demikian, kita juga bertanggungjawab menerapkan basyiran wa nadziran lil-‘alamin. Berinteraksi dengan mereka sepanjang tidak mengurangi keislaman, ini adalah sebesar-besarnya nikmat.
Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita adalah nikmat Islam dan Iman serta Istiqomah di atas jalan yang lurus.
Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para Nabi, Shiddiqin, Syuhadaa dan Sholihin (Qs. An Nisaa :69).
Beginilah Al-Quran dan As-Sunnah, sebagai rujukan tertinggi dan pedoman hidup bagi kaum Muslimin mengatur pergaulan dan bertolong-tolongan dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: ……………. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS: Al-Maidah Ayat: 2)
Dengan orang yang beda keyakinan kita hanya dibolehkan berinteraksi secara mua’malah (sosial) tetapi tidak dalam masalah Aqidah dan Syari’ah. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang menggambarkan ciri khas mereka dalam hal Aqidah.
Dan tidak boleh pula melakukan hal-hal khusus ketika hari-hari besar dan hari raya mereka, haruslah seperti hari-hari biasanya.
Dan Tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabbuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus seperti perkataan, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah untuk menghormati mereka.
Tidak boleh berpartisipasi dalam hari-hari perayaan mereka dan turut menunjukkan kegembiraan dan keceriaan bersama mereka dalam memperingatinya, atau ikut libur bersama mereka, karena itu berarti menolong mereka dalam kebatilan. Diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengijinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan. Karena hal itu bukanlah wilayah mu’amalah tetapi sudah menyangkut dengan Aqidah.
Tidak boleh meresponya dalam bentuk apapun yang intinya mengandung unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan mereka. Seperti iklan, himbauan, mengucapkan ucapan selamat pada telpon, sms, jejaring sosial, menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud, membuat cinderamata dan kenang-kenangan, membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat, membuat buku tulis, memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun (yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka.
Adapun memberikan ucapan selamat hari raya kepada orang-orang Nashrani atau Yahudi, Majusi, dan lain-lain maka ia adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan Ibnu Qayyim Rahimahullah dalam kitab Ahkam Ahli Adz-Dzimmah.
Kesetiaan (Wala’) kita hanyalah kepada Allah, Rasul-Nya, dan Kaum Muslimin. Kepada mereka kita harus bersikap baraâah (antipati dan berlepas diri) dari kejahilan dan kekafiran.
Bagi kita kaum beriman dan beradat cukuplan firman Allah ini sebagai pendirian.
ۚ................. الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: ……………. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS: Al-Maidah Ayat: 3)
Demikianlah penjelasan Al-Quran, As-Sunnah, dan keterangan para Imam kaum Muslimin. Semoga bermanfaat bagi yang menginginkan kebaikan bagi agama dan dunianya.
Wallahu A’lam. | Fitra Yadi
Via
artikel
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda setelah membaca blog ini dengan bahasa yang sopan dan lugas.