artikel
Buletin
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
RASA BERSAUDARA JANGAN SAMPAI TERKIKIS
بســــم الله الرحمن الرحيــــــم
نحمده سبحانه و تعالى على نعامه التى لا تعد ولا تحصى. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم و بارك على سيدنا محمد وعلى آله و اصحابه أجمعين. اما بعد
نحمده سبحانه و تعالى على نعامه التى لا تعد ولا تحصى. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم و بارك على سيدنا محمد وعلى آله و اصحابه أجمعين. اما بعد
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Pencipta Alam semesta, Shalawat beserta salam senantiasa teruntuk kepada penghulu kita Nabi Muhammad SAW. Begalah ka ujuang karang, tatumbuak ka pulau batu, sarato Allah kalam di kambang, mamuji Tuhan nan Satu.
Kaum muslimin yang mulia, sudah fasih di lidah kita dari sejak usia kanak-kanak sampai orang dewasa menyebut falsafah hidup orang Minangkabau yaitu: “Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Syara’ mangato adat mamakai”.
Kaum muslimin yang mulia, sudah fasih di lidah kita dari sejak usia kanak-kanak sampai orang dewasa menyebut falsafah hidup orang Minangkabau yaitu: “Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Syara’ mangato adat mamakai”.
Maksudnya adalah bahwa setiap orang Minang atau yang hidup di alam Minangkabau mesti beradat, adat yang dipakai adalah yang berlandaskan kepada syarak yang berdalil kepada kitabullah Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam al-Qur’an Allah telah mengajarkan kepada kita diantaranya adalah tentang ikatan persaudaraan antara sesama muslim. Sebagaimana termaktub pada surah Al-Hujurat ayat
10 yang berbunyi:
Dalam al-Qur’an Allah telah mengajarkan kepada kita diantaranya adalah tentang ikatan persaudaraan antara sesama muslim. Sebagaimana termaktub pada surah Al-Hujurat ayat
10 yang berbunyi:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, maka perbaikilah (damaikanlah) hubungan antara kedua saudaramu (yang berselisih), dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian diberi rahmat. (QS. Al-Hujurat: 10)
Dari sini berarti memutus hubungan di antara kaum muslimin adalah dosa besar di antara dosa-dosa besar yang ada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: “Dibukakan pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis, maka diampuni setiap hamba yang muslim selama tidak berbuat syirik kepada Allah, kecuali seseorang yang terdapat kebencian pada saudaranya, lalu dikatakan: Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka berdua berdamai. Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Muslim).
Sesungguhnya seorang muslim yang muwahhid lagi jujur ketauhidannya, tidak akan membenci dan hasad (dengki) kepada saudaranya. Jika saudaranya merasakan sakit, maka ia pun merasa hal yang sama. Bahkan ia pun akan merasakan bahagia jika saudaranya bahagia. Ia akan berusaha menjaga dirinya dari sekecil mungkin berbuat salah kepada saudaranya.
Dari Abi Ayub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: Tidaklah halal bagi seseorang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, jika bertemu maka (yang satu) berpaling ke sini dan (yang lain) menghindar ke sana. Sebaik-baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Khurasy As-Sulamiy radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: “Barangsiapa yang mendiamkan saudaranya selama 1 tahun, maka ia seakan-akan telah menumpahkan darahnya.” (HR. Abu Daud).
Dalam hadits lain disebutkan, “Dan tidak ada kebaikan bagi orangyang tidak mau bersahabat dan bersaudara.” (HR. Ahmad)
Manusia yang memiliki hati dan akal yang sehat lagi menginginkan kebaikan merupakan orang yang mulia lagi terpuji. Allah Ta’ala berfirman:
Dari sini berarti memutus hubungan di antara kaum muslimin adalah dosa besar di antara dosa-dosa besar yang ada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: “Dibukakan pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis, maka diampuni setiap hamba yang muslim selama tidak berbuat syirik kepada Allah, kecuali seseorang yang terdapat kebencian pada saudaranya, lalu dikatakan: Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka berdua berdamai. Perhatikanlah oleh kalian sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Muslim).
Sesungguhnya seorang muslim yang muwahhid lagi jujur ketauhidannya, tidak akan membenci dan hasad (dengki) kepada saudaranya. Jika saudaranya merasakan sakit, maka ia pun merasa hal yang sama. Bahkan ia pun akan merasakan bahagia jika saudaranya bahagia. Ia akan berusaha menjaga dirinya dari sekecil mungkin berbuat salah kepada saudaranya.
Dari Abi Ayub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: Tidaklah halal bagi seseorang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, jika bertemu maka (yang satu) berpaling ke sini dan (yang lain) menghindar ke sana. Sebaik-baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Khurasy As-Sulamiy radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: “Barangsiapa yang mendiamkan saudaranya selama 1 tahun, maka ia seakan-akan telah menumpahkan darahnya.” (HR. Abu Daud).
Dalam hadits lain disebutkan, “Dan tidak ada kebaikan bagi orangyang tidak mau bersahabat dan bersaudara.” (HR. Ahmad)
Manusia yang memiliki hati dan akal yang sehat lagi menginginkan kebaikan merupakan orang yang mulia lagi terpuji. Allah Ta’ala berfirman:
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa': 114)
Saudara kaum Muslimin yang mulia, sudah menjadi tuah dari dulu bahwa di Minangkabau “Syara’ mangato, adat mamakai”. Maksudnya adalah apa yang disyari’atkan oleh Allah melalui al-Qur’an dan Sunnah Rasul diamalkan secara adat.
Saudara kaum Muslimin yang mulia, sudah menjadi tuah dari dulu bahwa di Minangkabau “Syara’ mangato, adat mamakai”. Maksudnya adalah apa yang disyari’atkan oleh Allah melalui al-Qur’an dan Sunnah Rasul diamalkan secara adat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan adat itu adalah aturan atau perbuatan yang lazim; Cara atau kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan; Wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem.
Secara bahasa Adat itu adalah berasal dari bahasa Arab عادات bentuk jamak dari عادة (adah), yang berarti "cara", "kebiasaan" dengan makna berulang kali. Merupakan nama kepada pengulangan perbuatan berkali-kali sehingga menjadi mudah dilakukannya seperti suatu tabiat.
Jadi “Syara’ mangato adat mamakai”. Semisal apa yang dikatakan Al-Qur’an mengenai persaudaraan diatas sejak dulu telah diaplikasikan masyarakat kita dalam bentuk kebiasaan, aturan, cara berbuat yang lazim, nilai-nilai budaya, norma, hukum, hingga mudah melakukannya seperti suatu tabiat yang mulia.
Alkisah, diceritakan pada suatu nagari. Dimana dua orang bersaudara kakak beradik bertengkar terhadap pemakaian tanah peninggalan orang tua mereka. Hal itu berlarut-larut hingga bertahun-tahun, hubungan keduanya menjadi retak dan susah.
Secara bahasa Adat itu adalah berasal dari bahasa Arab عادات bentuk jamak dari عادة (adah), yang berarti "cara", "kebiasaan" dengan makna berulang kali. Merupakan nama kepada pengulangan perbuatan berkali-kali sehingga menjadi mudah dilakukannya seperti suatu tabiat.
Jadi “Syara’ mangato adat mamakai”. Semisal apa yang dikatakan Al-Qur’an mengenai persaudaraan diatas sejak dulu telah diaplikasikan masyarakat kita dalam bentuk kebiasaan, aturan, cara berbuat yang lazim, nilai-nilai budaya, norma, hukum, hingga mudah melakukannya seperti suatu tabiat yang mulia.
Alkisah, diceritakan pada suatu nagari. Dimana dua orang bersaudara kakak beradik bertengkar terhadap pemakaian tanah peninggalan orang tua mereka. Hal itu berlarut-larut hingga bertahun-tahun, hubungan keduanya menjadi retak dan susah.
diselesaikan. Namun hubungan antara anak-anaknya tetap harmonis, mereka tetap saling berkunjung ke rumah etek dan mamak tersebut, baik pada hari biasa maupun pada hari raya. Setiap ke rumah, anak-kemenakan itu selalu diberi makan dan uang belanja oleh etek dan mamaknya itu.
Adat kebiasaan saling berkunjung bersilaturrahmi seperti itu tetap memelihara hubungan antara dua keluarga kakak beradik itu hingga tidak hancur, walaupun secara pribadi mereka sebenarnya memiliki masalah.
Semisal apa yang dikatakan Al-Qur’an mengenai persaudaraan diatas sudah teraplikasi dalam hidup sebagian masyarakat Minang dalam bentuk adat dan kebiasaan.
Sampailan pada suatu hari kakak beradik itui datang kepada kepala jorong minta bantuan penyelesaian masalah mereka yang kian hari kian tak berujung. Kepala jorong angkat tangan, mengaku tidak bisa menyelesaikannya karena ini adalah persoalan keluarga. Kemudian mereka datang ke kantor KAN. Pengurus KAN juga tidak bisa menyelesaikan lalu mereka disuruh datang ke kantor polisi. Disana juga tidak diterima karena urusan adat dan keluarga sebaiknya diselesaikan di nagari saja.
Adat kebiasaan saling berkunjung bersilaturrahmi seperti itu tetap memelihara hubungan antara dua keluarga kakak beradik itu hingga tidak hancur, walaupun secara pribadi mereka sebenarnya memiliki masalah.
Semisal apa yang dikatakan Al-Qur’an mengenai persaudaraan diatas sudah teraplikasi dalam hidup sebagian masyarakat Minang dalam bentuk adat dan kebiasaan.
Sampailan pada suatu hari kakak beradik itui datang kepada kepala jorong minta bantuan penyelesaian masalah mereka yang kian hari kian tak berujung. Kepala jorong angkat tangan, mengaku tidak bisa menyelesaikannya karena ini adalah persoalan keluarga. Kemudian mereka datang ke kantor KAN. Pengurus KAN juga tidak bisa menyelesaikan lalu mereka disuruh datang ke kantor polisi. Disana juga tidak diterima karena urusan adat dan keluarga sebaiknya diselesaikan di nagari saja.
Pagi itu , kakak beradik ini sudah berada di dalam ruangan kantor wali nagari untuk minta bantuan memperdamaikan mereka. Namun setelah dua jam berada disana, wali nagari tidak pernah membahas kasus mereka. Tidak pernah menanyakan bagaimana status tanah yang dipakai itu, apa saja yang ditanam dan bagaimana ini dan itunya. Tidak, wali nagari tidak pernah membahas hal itu.
Dari sejak kedatangannya, wali nagari memperlakukan mereka sebagai keluarga yang datang bak berhari raya. Duduk santai mengobrol sambil menikmati kopi dan gorengan. Kemudian menanyakan anggota keluarga mereka yang di rantau, menggali-gali kisah tentang al-marhum orang tua mereka, bagaimana mereka waktu kecil, sampai hal-hal terkecil dalam kenangan kehidupan mereka ketika kanak-kanak.
Dengan sendirinya cerita-cerita itu mengembalikan rasa cinta mereka sebagai saudara yang menghiasi masa kanak-kanak ketika masih diasuh oleh orang tua dulu. Mendadak suasana ruangan menjadi haru-biru dengan isak tangis mereka. Ketika itu juga mereka saling berma’af-ma’afan dan masalah mereka selesai. Orang-orang yang melihat dan mendengar di kantor itu juga terbawa perasaan haru.| Fitra Yadi
Dari sejak kedatangannya, wali nagari memperlakukan mereka sebagai keluarga yang datang bak berhari raya. Duduk santai mengobrol sambil menikmati kopi dan gorengan. Kemudian menanyakan anggota keluarga mereka yang di rantau, menggali-gali kisah tentang al-marhum orang tua mereka, bagaimana mereka waktu kecil, sampai hal-hal terkecil dalam kenangan kehidupan mereka ketika kanak-kanak.
Dengan sendirinya cerita-cerita itu mengembalikan rasa cinta mereka sebagai saudara yang menghiasi masa kanak-kanak ketika masih diasuh oleh orang tua dulu. Mendadak suasana ruangan menjadi haru-biru dengan isak tangis mereka. Ketika itu juga mereka saling berma’af-ma’afan dan masalah mereka selesai. Orang-orang yang melihat dan mendengar di kantor itu juga terbawa perasaan haru.| Fitra Yadi
Via
artikel
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda setelah membaca blog ini dengan bahasa yang sopan dan lugas.